Jumat, 15 Maret 2019

Al Ghazali Dan Pengaruhnya

Al Ghazali


Nama lengkap al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin ahmad at-Thusi al-Ghazali, digelar Hujjah al-Islam. Ia lahir di Ghazaleh suatu desa dekat Thus, bagian dari kota Khurasan, Iran pada tahun 450 H/1056 M.
Ayahnya seorang yang fakir dan saleh serta hidup sangat sederhana sebagai pemintal benang,  mempunyai keagamaan yang tinggi dan mengharapkan anaknya menjadi ulama yang selalu memberi nasehat kepada umat.
Sebelum ayahnya meninggal, al-Ghazali dan saudaranya dititipkan kepada seorang sufi untuk dipelihara dan  di didik.Karena ayahnya yang tidak berkecukupan dan harta warisan yang ditinggalkan untuk anaknya itu tidak banyak jumlahnya maka sufi tersebut menyekolahkan mereka ke sebuah madrasah yang menyediakan biaya hidup bagi para muridnya guru al-Ghazali yang paling utama di madrasah ini adalah Yusuf al-Nassaj, seorang sufi terkenal. Tentang ibunya, Margareth Smith mencatat bahwa ibunya masih hidup dan berada di Baghdad ketika ia dan saudaranya, Ahmad, Pada masa kecilnya, al-Ghazali juga belajar pada Ahmad bin Muhammad ar-Razikani at-Thusi ahli tasauf dan fikih di kota kelahirannya, setelah  mempelajari dasar-dasar fikih ia merantau ke Jurjan sebuah kota di Persia antara kota Tabristan dan Nisabur.
Di Jurjan ia memperluas wawasannya tentang fikih dengan berguruh kepada seorang fakih yang bernama Abu al-Qasim Ismail bin Mus’idah al-Ismail (Imam Abu Nasr al-Ismaili).
Pada masa mudanya, berangkat lagi ke Nizabur (tahun 473 H)  belajar kepada Imam Abu al-Ma’ali al Juwaini. pusat ilmu pengetahuan penting di dunia Islam, kemudian ia menjadi murid pada Imam al-Haramain al-Juwaini, seorang guru besar di Madrasah al-Nizhamiyah. Ia belajar teologi, hukum Islam, filsafat, logika, sufisme dan ilmu-ilmu alam, Ilmu kalam, ilmu fikih, filsafat, ilmu debat, dan mantik. 
Al-Ghazali dikenal seorang teolog terkemuka, ahli hukum, pemikir, ahli tasauf dengan julukan sebagai hujjah al-Islam. 
pemikiran Al Ghazali
1.Filsafat
Imam Al-Ghazali adalah seorang tokoh yang juga banyak menulis mengenai filsafat, sebagaimana yang beliau tulis dalam bukunya Tahafut Falsafah sebagai salah satu buku yang mengkritik keras terhadap pemikiran, para filsuf yang di anggap menggoyahkan sendi-sendi keimanan. Namun disisi lain beliau menulis buku Maqashid Al-Falsafah, yang mana beliau mengemukakan kaidah filsafat untuk menguraikan persoalan yang berkaitan dengan logika, teologi, dan metafisika. Pada prinsipnya, Al-Ghazali tidaklah bertujuan menghancurkan filsafat dalamm pengertian yang sebenarnya, bukan dalam pengertian awam. Bahkan, beliau adalah seorang yang mendalaminya dan berfilsafat. 
2. Tassawuf
Dalam pandangan Al-Ghazali, ilmu tasawuf mengandung dua bagian penting, Pertama mengandung bahasa hal-hal yang menyangkut ilmu mu’amalah dan bagian Kedua mengandung bahasa hal-hal yang menyangkut ilmu mukasyafah. Ilmu tasawuf yang mengandung dua bagian ilmu ini secara jelas diuraikan dalam karyanya Ihya’ Ulumuddin. Dalam kitab ini, Al-Ghazali menyusun menjadi empat bab utama dan masing-masing bab utama dibagi lagi kedalam sepuluh fasal keempat bab utama itu adalah pertama tentang ibadah, bab kedua adalah berkenaan dengan adat istiadat, bab utama ketiga adalah berkenaan dengan hal-hal yang mencelakakan, dan bab utama keempat berkenaan dengan maqamat dan ahwal.14Menurut Al-Ghazali perjalanan tasawuf itu. 
pada hakikatnya adalah pembersihan diri dan pembeningan hati terus menerus hingga mampu mencapai musyahadah. Oleh karena itulah, maka Al-Ghazali menekankan betapa pentingnya pelatihan jiwa, penempaan moral atau akhlak yang terpuji baik disisi manusia maupun disisi Tuhan.15 Menurut Al-Ghazali, hati (qalbu) ibarat cermin yang mampu menangkap ma’rifat keTuhanan. Kemampuan hati tersebut tergantung pada bersihnya dan beningnya hati itu sendiri. Apabila ia dalam keadaan kotor atau penuh debu dosa maka ia tidak akan bisa menangkap ma’rifat itu.16 Metode pencapaian yang digunakan adalah metode kasyf . Dengan kasyf yaitu terbukanya dinding yang memisahkan antara hati dengan Tuhan karena begitu bersih dan beningnya hati tersebut, maka terjadilah musyahadah yang hakiki. Ibarat seorang, bukan hanya mendengar cerita tentang sebuah rumah, tetapi ia sudah berada dalam rumah itu menyaksikan dan merasakannya.17 di bidang tasawuf, Al-Ghazali dianggap sebagai penengah dalam mengartikulasikan konsep tasawuf dan syari’at. Sebab, kalangan muslim sendiri masih terjadi pertentangan antara kajian yang dilakukan oleh para sufi.
3. Kalam
Sebagai salah satu tokoh Al-Asy’ariyah pada generasi kelima, Al-Ghazali berpendapat bahwa Tuhanlah yang menciptakan daya dan perbuatan. Daya untuk berbuat yang terdapat dalam diri manusia lebih dekat menyerupai impotensi.Qadim alam yang dikemukakan oleh para filosof merupakan salah satu masalah yang sangat ditentang oleh Al-Ghazali, bahkan beliau mengkafirkan para filosof karena menganggap alam qadim. 
Menurut Al-Ghazali, kalau alam qadim berarti tidak ada arti Tuhan mencipta karena Tuhan dan alam semesta sama qadim. Lagi pula, kalau alam hanya dipahami lewat sebab akibat, Tuhan sebagai pencipta tidak dapat dibuktikan. Teori emanasi, demikian Al-Ghazali memberi kesan bahwa alam terus berproses tanpa henti-hentinya. Hal ini akan mengakibatkan bahwa materi itu sudah ada sejak qadim. Padahal, menurut Al-Ghazali, alam diciptakan Tuhan dari tidak ada pada waktu yang lalu secara terbatas, baik dalam bentuk maupun materi. Al-Ghazali juga berpendapat bahwa akal tidak dapat membawah kewajiban-kewajiban bagi manusia, kewajiban-kewajiban bagi manusia ditentukan oleh wahyu. Demikian juga halnya dengan masalah mana yang baik dan mana yang buruk menurut Al-Ghazali.
4. Moral / Akhlak
Al-Ghazali memberikan sebuah definisi terhadap akhlak / moral sebagaimana berikut, “Akhlak adalah suatu sikap (hay’ah) yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara’, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan ika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.
Al-Ghazali berpendapat, bahwa pendidikan moral yang utama adalah dengan cara berperilaku baik. Artinya, membawah manusia pada tindakan-tindakan yang baik. Al-Ghazali menetapkan bahwa mencari moral dengan perantaraan bertingkah laku moral merupakan korelasi yang menakjubkan antara kalbu dengan anggota tubuh. 
Al-Ghazali membagai dalam sebuah tiga teori penting mengenai tujuan mempelajari akhlak, yaitu:
a. Mempelajari akhlak sekedar sebagai studi murni teoritis, yang berusaha memahami ciri kesusilaan (moralitas), tetapi tanpa maksud mempengaruhi prilaku orang yang mempelajarinya.
b. Mempelajari akhlak sehingga akan meningkatkan sikap dan prilaku sehari-hari.
c. Karena akhlak terutama merupakan subyek teoritis yang berkenaan dengan usaha menemukan kebenaran tentang hal-hal moral, maka dalam penyelidikan akhlak harus terdapat kritik yang terus-menerus mengenai standar moralitas yang ada, sehingga akhlak menjadi subyek praktis, seakan-akan tanpa maunya sendiri. Moralitas yang jelek, menurut Al-Ghazali adalah penyakit kalbu. Jika ignorasi diobati dengan cara belajar, sakit bakhil diobati dengan cara berlapang dada, maka moral yang jelek harus diobati dengan kesungguhan.

daftar pustaka
 Z.S. Nainggolan, Pandangan Cendekiawan Muslim (Tentang Moral Pancasila, Moral Barat, dan Moral Islam), Kalam Mulia : Jakarta, 1997, hal 24
Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 1998, hal 36
Abdillah F Hasan, Tokoh-tokoh Mashur Dunia Islam, Jawara ; Surabaya, 2004, hal 194.
  M. Amin Nurdin, Sejarah Pemikiran Islam (Teologi – Ilmu Kalam), Amzah : Jakarta, 2012, hal 129.
Ali Mahdi Khan, Dasar-Dasar Filsafat Islam (Pengantar Ke Gerbang Pemikiran), Nuansa : Bandung, 2004, hal 142


Sistem informasi Psikologi

Sistem Informasi Psikologi A.    Pengertian Sistem 1.   Menurut Jogiyanto (2005), suatu sistem terdiri dari sejumlah komponen yang...